Di KRL ekonomi jurusan Bogor - Jakarta, saya
duduk di sebelah Alda, seorang waria. Di mulai dengan saling melempar senyum,
akhirnya kami terlibat obrolan tentang berbagai hal, istimewanya tentang
hidupnya dan kehidupannya sebagai pengamen jalanan. Sepanjang obrolan, Alda
terus sambil bersolek. Menambahkan lem pada bulu mata palsunya, membedaki
hidung, menebalkan alis, bahkan sambil mencabuti jenggot dan bulu-bulu di dekat jakunnya.
Di ujung obrolan, Alda minta didoakan agar "ngamennya rame" hari itu. Kami berpisah menjelang stasiun Pondok Cina. Menjelang turun, saya masih sempat melayangkan pandang ke arahnya. Alda ternyata sudah langsung tertidur lelap. Wajah manis bulat telurnya tampak lelah tapi cantik, imut, dan tanpa dosa. Mendadak, saya merasa "sayang" sekali padanya....Masih jauh perjalanannya menuju stasiun Jakarta Kota.
Entah kenapa, pertemuan dan obrolan dengan Alda meninggalkan kesan yang kuat pada saya. Ah, Alda dan Alda2 lainnya...siapakah yang akan menyayangi kalian ? Kaum yang terbuang dan terpinggirkan, tapi tetap tangguh meniti hidup...
Di ujung obrolan, Alda minta didoakan agar "ngamennya rame" hari itu. Kami berpisah menjelang stasiun Pondok Cina. Menjelang turun, saya masih sempat melayangkan pandang ke arahnya. Alda ternyata sudah langsung tertidur lelap. Wajah manis bulat telurnya tampak lelah tapi cantik, imut, dan tanpa dosa. Mendadak, saya merasa "sayang" sekali padanya....Masih jauh perjalanannya menuju stasiun Jakarta Kota.
Entah kenapa, pertemuan dan obrolan dengan Alda meninggalkan kesan yang kuat pada saya. Ah, Alda dan Alda2 lainnya...siapakah yang akan menyayangi kalian ? Kaum yang terbuang dan terpinggirkan, tapi tetap tangguh meniti hidup...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar